Cherry Blossom
+3
minmy
Aoi Hikari Renata
Hortenshia Eri
7 posters
Halaman 2 dari 2
Halaman 2 dari 2 • 1, 2
Re: Cherry Blossom
2 days later,
“By the way, kaya’nya, akhir-akhir ini, gue ngerasa diikuti seseorang terus, ya?”
“Oh, yeah? Jangan-jangan, itu genk yang pernah kamu ceritain tempo hari, lagi. Bisa aja mereka ngikuti kamu beneran,”
“Yah, mungkin aja. Kalo gitu, sekarang, gue nebeng di mobil lo aja, ok? Biar gue nggak ditikam mereka pas jalan,”
“Nggak,”
“Kan lo tau gue dibuntutin. Toleransi dikit napa, sih? Lagian lo enak amat, bawa mobil. Gue malah naik kereta sendirian. Tega lo, ya?”
“Biarin,”
Sakuya kehabisan kata-kata untuk membalas ucapan Rakku. Gadis itu kelewat cuek. Sore ini, mereka ngerjain tugas di teras kamar Rakku. Sakuya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dan karena udah nggak ada yang mau dibicarain buat basa-basi, dia kembali menghadap tugasnya yang masih kosong jawaban. 5 detik kemudian, dia mulai keliatan pusing banget mikirin soal Matematik yang seabrek dan susyehnya nggak ketulungan. Apalagi, minggu kemaren, dengan cueknya, dia nggak ngerjain. Jadi tugasnya minggu ini, numpuk 3 kali lipat (ditambah ngerjain extra). Di saat begitu, Rakku malah lebih memilih untuk mengutak-atik tugas eksul bahasa Perancis-nya.
“Rakku, ajarin bentar, kek!”
“Ogah! Aku ajarin juga, nggak bakalan ngerti. Baca aja buku catatan minggu lalu. Nanti juga ngerti sendiri,”
“Tapi gue nggak tulis catatan minggu lalu,”
“Salah sendiri,”
“Pelit amat sih lo! Ngajarin bentar doank!”
“Nggak,”
Sakuya terkulai lemas. Dia merasa lebih baik menunggu saat kematiannya yang paling indah, daripada harus berhadapan dengan soal Matematika-nya.
“By the way, kaya’nya, akhir-akhir ini, gue ngerasa diikuti seseorang terus, ya?”
“Oh, yeah? Jangan-jangan, itu genk yang pernah kamu ceritain tempo hari, lagi. Bisa aja mereka ngikuti kamu beneran,”
“Yah, mungkin aja. Kalo gitu, sekarang, gue nebeng di mobil lo aja, ok? Biar gue nggak ditikam mereka pas jalan,”
“Nggak,”
“Kan lo tau gue dibuntutin. Toleransi dikit napa, sih? Lagian lo enak amat, bawa mobil. Gue malah naik kereta sendirian. Tega lo, ya?”
“Biarin,”
Sakuya kehabisan kata-kata untuk membalas ucapan Rakku. Gadis itu kelewat cuek. Sore ini, mereka ngerjain tugas di teras kamar Rakku. Sakuya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dan karena udah nggak ada yang mau dibicarain buat basa-basi, dia kembali menghadap tugasnya yang masih kosong jawaban. 5 detik kemudian, dia mulai keliatan pusing banget mikirin soal Matematik yang seabrek dan susyehnya nggak ketulungan. Apalagi, minggu kemaren, dengan cueknya, dia nggak ngerjain. Jadi tugasnya minggu ini, numpuk 3 kali lipat (ditambah ngerjain extra). Di saat begitu, Rakku malah lebih memilih untuk mengutak-atik tugas eksul bahasa Perancis-nya.
“Rakku, ajarin bentar, kek!”
“Ogah! Aku ajarin juga, nggak bakalan ngerti. Baca aja buku catatan minggu lalu. Nanti juga ngerti sendiri,”
“Tapi gue nggak tulis catatan minggu lalu,”
“Salah sendiri,”
“Pelit amat sih lo! Ngajarin bentar doank!”
“Nggak,”
Sakuya terkulai lemas. Dia merasa lebih baik menunggu saat kematiannya yang paling indah, daripada harus berhadapan dengan soal Matematika-nya.
Re: Cherry Blossom
wow...@_@
Angelsz- +da best hompierz+
-
Jumlah posting : 3866
Age : 30
Location : di depan meja komputer
Sector : Ghortashupha
Hobbies : riie / riephon / angel / angelsz dll..@_@
Registration date : 22.12.07
Re: Cherry Blossom
Btw, mungkin emang ini anime dari anime lain. Tapi secara fisik, charcternya terkesan nggak jauh beda sama chara Sakuya en Rakku. Jadi, kira-kira, gambarannya seperti yg eri pajang di bawah ini. Silahkan baca sambil bayangin charcter seperti ini (walau ga' mirip2 banget sih). Kalo ada waktu, Eri gambarin dech, caharcter original mereka.
1. Mizunashi Sakuya
2. Gin Rakku
1. Mizunashi Sakuya
2. Gin Rakku
Re: Cherry Blossom
Keesokannya, ketika pulang sekolah, Rakku mengajak Sakuya ke Magical Café. Entah ada angina apa, mood-nya baik banget, mentraktrik Sakuya sebuah crepe lezat.
“Wew…. Lo bisa baik hati juga, toh,”
“Apa maksudmu, heh?!”
Sakuya senyam-senyum nggak jelas sambil makan crepe ice cream chocolate-nya. Rakku dengan tenang, melahap crepe ice cream strawberry-nya. Mereka berjalan menuju jalan yang berbeda.
“Yah, pokoknya, habis makan, kamu harus ngerjain tugas Matematik-mu lagi, ok? Hari ini, kamu ketambahan PR 20 soal ‘kan? Gara-gara tugas kemaren kamu kosongin satu nomor,”
GLEK!
“Ah, sial lo! Jadi ini jebakan?!”
“Bukan jebakan, Cuma suap,”
“Sama aja!”
Kali ini, Sakuya makan sambil manyun plus sebel. Malah giliran Rakku yang senyum penuh kemenangan. Hanya saja, senyumnya tipis, “Kali ini, aku ajarin, dech,”
“Uuukkhh…. Kenapa nggak kemaren-kemaren aja, sih, ngajarinnya?!” Tanya Sakuya. Rakku tak menjawab.
“Gue bener-bener nggak bisa nebak jalan pikiran lo, deh. Kemaren males, sekarang baru niat?! Bagus banget lo bikin sobat lo terpuruk dulu, baru bantuin! Eh, asal tau aja, gue tuch tadi bener-bener kelaba….” Sakuya yang berniat mengomel, langsung terputus kata-katanya ketika anak panah tiba-tiba muncul di antara mereka berdua.
Dengan cepat, Sakuya menoleh ke balakang. Tak ada siapapun. Perasaannya nggak enak. Perlahan, Rakku mendekati anak panah yang kini menancap kuat di jalan. Nggak tau juga kok bisa anak panah sekecil itu bikin jalan beraspal jadi sedikit retak.
Di batangnya, ada sepucuk surat. Rakku membukanya, lalu membaca surat itu. “Hem…hem…” Sesekali dia berdehem. Membuat Sakuya penasaran, “Surat dari sapa?”
Raku menatap Sakuya sekilas, lalu menyerahkan surat itu kepadanya, “Baca aja sendiri,”
Sakuya membacanya, “Hah?! Surat tantangan nich ceritanya? Kuno amat pake cara jaman dahulu begini,” Sahutnya setelah membaca surat yang ternyata menantangnya. Dia sebagai pihak yang ditantang, sih, biasa aja. Bahkan, dia sempat menambah commentnya, “Emang genk-nya miskin banget, yah? Kan bisa pake canggihan dikit, kek. Pake e-mail bgitu?!”
Rakku berdiri seraya menghela nafas, “Mereka nggak punya hacker kali, buat nyari alamat e-mailmu,”
“Ah, mungkin begitu,”
Sakuya masih nggak sadar. Dia merasa hal ini biasa-biasa saja. Sampai akhirnya, Rakku berkata, “Kamu nggak sadar, ya? Kamu kan nggak bisa nerima tantangan itu,”
Sakuya tersentak. Masih nggak nyadar juga, “Kok gitu. Lo ‘kan tau sendiri, gimana gue?”
“Iya. Tapi ‘kan…” Rakku menggantungkan kata-kata. Sakuya masih kelihatan nggak terima. “Tapi ‘kan, kamu lagi focus belajar, bisa SMU-nya nggak dipindah ke Belanda, iya ‘kan?”
Kini Sakuya diam tak berkutik. Akhirnya dia nyadar, sekarang dia masih dalam tahap puasa berantem.
“Wew…. Lo bisa baik hati juga, toh,”
“Apa maksudmu, heh?!”
Sakuya senyam-senyum nggak jelas sambil makan crepe ice cream chocolate-nya. Rakku dengan tenang, melahap crepe ice cream strawberry-nya. Mereka berjalan menuju jalan yang berbeda.
“Yah, pokoknya, habis makan, kamu harus ngerjain tugas Matematik-mu lagi, ok? Hari ini, kamu ketambahan PR 20 soal ‘kan? Gara-gara tugas kemaren kamu kosongin satu nomor,”
GLEK!
“Ah, sial lo! Jadi ini jebakan?!”
“Bukan jebakan, Cuma suap,”
“Sama aja!”
Kali ini, Sakuya makan sambil manyun plus sebel. Malah giliran Rakku yang senyum penuh kemenangan. Hanya saja, senyumnya tipis, “Kali ini, aku ajarin, dech,”
“Uuukkhh…. Kenapa nggak kemaren-kemaren aja, sih, ngajarinnya?!” Tanya Sakuya. Rakku tak menjawab.
“Gue bener-bener nggak bisa nebak jalan pikiran lo, deh. Kemaren males, sekarang baru niat?! Bagus banget lo bikin sobat lo terpuruk dulu, baru bantuin! Eh, asal tau aja, gue tuch tadi bener-bener kelaba….” Sakuya yang berniat mengomel, langsung terputus kata-katanya ketika anak panah tiba-tiba muncul di antara mereka berdua.
Dengan cepat, Sakuya menoleh ke balakang. Tak ada siapapun. Perasaannya nggak enak. Perlahan, Rakku mendekati anak panah yang kini menancap kuat di jalan. Nggak tau juga kok bisa anak panah sekecil itu bikin jalan beraspal jadi sedikit retak.
Di batangnya, ada sepucuk surat. Rakku membukanya, lalu membaca surat itu. “Hem…hem…” Sesekali dia berdehem. Membuat Sakuya penasaran, “Surat dari sapa?”
Raku menatap Sakuya sekilas, lalu menyerahkan surat itu kepadanya, “Baca aja sendiri,”
Sakuya membacanya, “Hah?! Surat tantangan nich ceritanya? Kuno amat pake cara jaman dahulu begini,” Sahutnya setelah membaca surat yang ternyata menantangnya. Dia sebagai pihak yang ditantang, sih, biasa aja. Bahkan, dia sempat menambah commentnya, “Emang genk-nya miskin banget, yah? Kan bisa pake canggihan dikit, kek. Pake e-mail bgitu?!”
Rakku berdiri seraya menghela nafas, “Mereka nggak punya hacker kali, buat nyari alamat e-mailmu,”
“Ah, mungkin begitu,”
Sakuya masih nggak sadar. Dia merasa hal ini biasa-biasa saja. Sampai akhirnya, Rakku berkata, “Kamu nggak sadar, ya? Kamu kan nggak bisa nerima tantangan itu,”
Sakuya tersentak. Masih nggak nyadar juga, “Kok gitu. Lo ‘kan tau sendiri, gimana gue?”
“Iya. Tapi ‘kan…” Rakku menggantungkan kata-kata. Sakuya masih kelihatan nggak terima. “Tapi ‘kan, kamu lagi focus belajar, bisa SMU-nya nggak dipindah ke Belanda, iya ‘kan?”
Kini Sakuya diam tak berkutik. Akhirnya dia nyadar, sekarang dia masih dalam tahap puasa berantem.
Halaman 2 dari 2 • 1, 2
Halaman 2 dari 2
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik